
Para tentara Muslim kerap diduga terpaksa masuk ke satuan tentara karena adanya program wajib militer bagi seluruh penduduk Israel, pria dan wanita, di usia 20-an.
Namun, seperti Kabiya, Kolonel Wagdi Sarhan juga mengaku tulus membelas negaranya, meskipun ia adalah seorang Muslim.
“Terkadang kami juga berempati dengan saudara Muslim di Palestina, namun kami lebih memilih untuk mengabdi kepada negara,” jelas Sarhan.
Bagi Kabiya dan Sarhan, serta para tentara Muslim Israel lainnya, konflik dengan Palestina bukanlah soal agama.
Mereka mengaku bertugas untuk menekan perlawanan masyarakat Palestina di Tepi Barat yang dikuasai sepihak oleh Israel sejak 1967 silam.
Israel mengklaim Tepi Barat adalah bagian dari daerah yang telah dijanjikan oleh kitab Taurat sebagai tanah kebebasan.
“Palestina adalah sahabat kami, namun kami tidak bisa menuruti keinginan mereka untuk menduduki Tepi Barat,” tukas Sarhan yang telah mengabdi belasan tahun di militer Israel.
Membela Israel

Muslim yang bergabung sebagai anggota Militer Israel sebenarnya baru bemunculan dalam 10 tahun terakhir. Mengutip dari laporan NBCnews.com, sebelumnya pemerintah Israel hanya menempatkan warga Muslim sebatas pada program wajib militer.
Alasannya adalah karena tentara Muslim dikhawatirkan membelot dari tugas yang diperintahkan.
“Pemerintah akhirnya percaya bahwa kami tulus membela negara, dan kuota tentara Muslim terus bertambah dari tahun ke tahun,” ujar Ahmed Lakashi, salah seorang tentara beragama lainnya.
Meskipun begitu, peran tentara Muslim masih belum dimaksimalkan oleh militer Israel. Selain berjaga di Tepi Barat, tentara Muslim juga lebih sering ditempatkan jauh dari medan perang, seperti di bagian logistik dan kavaleri.
Hanya segelintir kecil tentara Muslim yang berhasil mencapai pangkat menengah dan ditugaskan di garda depan operasi-operasi militer Isreal. Itupun dicapai tidak mudah, karena membutuhkan waktu yang sangat lama.
“Masih ada sedikit kecurigaan dari pemerintah terhadap kami, para tentara Muslim,” tukas Kabiya.